KUTIPAN :
TUNTUNAN IBADAH PADA BULAN RAMADHAN
Disusun Oleh:
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan
Pusat Muhammadiyah
A. Persiapan
1.
Dituntunkan agar setiap Muslim
dan Muslimah mempersiapkan diri pribadi
baik secara lahir maupun batin, dan memperbanyak melakukan puasa sunat
di bulan Sya‘ban, berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw:
Artinya: “Dari ‘Aisyah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata:
... Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa sebulan penuh selain
bulan Ramadhan. Juga saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa kecuali
di bulan Sya‘ban. [Muttafaq ‘Alaih].
2. Melakukan pengkondisian Ramadhan
pada bulan Sya‘ban
di lingkungan masyarakat, rumah dan masjid-masjid dengan memperbanyak informasi dan kajian tentang Tuntunan Ibadah
Ramadhan.
3.
Mempersiapkan sarana dan
prasarana kegiatan di bulan Ramadhan, seperti sound system
yang memadai, mempersiapkan dan
membersihkan tempat wudhu,
air wudhu, kotak- kotak infaq, peralatan ta‘jil, dan
lain-lain.
4. Kebersihan, baik
di dalam masjid maupun di lingkungan sekitarnya.
5. Pengaturan shaf
dan keamanan
6. Jadwal mu'adzin,
imam, penceramah dan penjemputannya.
7. Mempersiapkan
tempat shalat ‘Idul Fitri, Imam/Khatib dan penjemputannya.
8. Membentuk ‘Amil Zakat,
untuk memungut dan membagikannya serta mempersiapkan peralatannya.
B. Tuntunan Shiyam
1. Pengertian
Shiyam (Puasa)
a. Shiyam menurut
bahasa: menahan diri dari sesuatu.
b. Shiyam menurut
istilah: menahan diri
dari makan, minum,
hubungan seksual suami isteri dan segala yang membatalkan sejak dari terbit fajar hingga terbenam
matahari dengan niat karena Allah.
Dasar keharusan niat berpuasa karena Allah:
Artinya:
“Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus …” [QS. Al-Bayyinah (98): 5].
2) Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Dari Umar
r.a. (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Semua perbuatan ibadah harus
dengan niat, dan setiap orang tergantung kepada niatnya
…” [Ditakhrijkan oleh Al-Bukhariy, Kitab al-Iman].
3) Hadits Nabi
Muhammad saw:
.[153 ،2 ،ﻲﻧﺎﻌﻨﺼﻟا ،ﺔﺴﻤﺨﻟا ﻩاور] Artinya: “Dari Hafshah Ummul Mu'minin r.a.
(diriwayatkan bahwa) Nabi saw bersabda:
Barangsiapa tidak berniat puasa di malam
hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” [Ditakhrijkan oleh
Al-Khamsah, lihat Ash-Shan‘aniy, II,
153].
2. Jumlah Hari
Shiyam (Puasa)
a. Shiyam dimulai
pada tanggal 1 bulan Ramadhan dan
diakhiri pada tanggal terakhir bulan
Ramadhan (29 hari
atau 30 hari,
tergantung pada kondisi
bulan tersebut). Untuk itu, maka
harus mengetahui awal bulan Ramadhan.
b. Dasar keharusan
mengetahui awal bulan Ramadhan:
1) Firman Allah
SWT
Artinya: “Dia-lah yang
menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu).” [QS. Yunus (10): 5]
2) Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Rasulullah saw bersabda: Puasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya, apabila kamu
terhalang penglihatanmu oleh
awan, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga
puluh hari.” [HR. al-Bukhari, dan Muslim].
3) Hadits Nabi
Muhammad saw:
.[ﻢآﺎﺤﻟاو ﻰﻘﻬﻴﺒﻟاو Artinya: “Dari
Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Datanglah seorang Badui kepada Nabi
saw seraya katanya: Saya telah melihat hilal. Beliau bersabda: Maukah kamu
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah? Ia berkata: Ya.
3
Nabi saw bersabda: Maukah kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah? Ia berkata: Ya. Bersabdalah Nabi saw: Hai Bilal, umumkanlah kepada semua orang supaya mereka besok
berpuasa.” [HR. Ibnu Hibban, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim].
4) Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Dari Ibnu
Umar r.a. dari Rasulullah saw,
(diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Bila
kamu melihatnya (hilal) maka
berpuasalah, dan bila kamu melihatnya maka berbukalah (berlebaranlah). Dan jika penglihatanmu tertutup oleh awan
maka kira-kirakanlah bulan itu.” [HR. Asy-Syaikhani, An-Nasa'i,
dan Ibnu Majah].
C. Dasar Kewajiban
Shiyam Ramadhan
1. Firman Allah
SWT:
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah (2):
183].
2. Hadits Nabi
Muhammad saw:
.[ﺪﻤﺣأو ﻲﺋﺎﺴﻨﻟاو يﺬﻣﺮﺘﻟاو ،ﻪﻟ ﻆﻔﻠﻟاو ﻢﻠﺴﻣو Artinya: “Dari ‘Abdullah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Rasulullah saw bersabda: Islam dibangun di atas lima dasar, yakni
bersaksi bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; mengerjakan haji; dan
berpuasa pada bulan Ramadhan.”
[HR al-Bukhari, Muslim, at-Turmudzi, an-Nasa’i, dan Ahmad, dan lafal ini adalah
lafal Muslim].
D. Orang yang
Diwajibkan dan yang Tidak Diwajibkan Berpuasa
1. Orang yang
diwajibkan berpuasa Ramadhan
Orang yang diwajibkan berpuasa Ramadhan adalah semua muslimin
dan muslimat yang mukallaf. Dasarnya adalah hadits Abdullah di atas (huruf C).
2. Orang yang tidak
diwajibkan berpuasa Ramadhan, dan wajib mengganti puasanya di luar bulan
Ramadhan adalah perempuan yang mengalami haidl dan nifas di bulan Ramadlan.
Para ulama telah
sepakat bahwa hukum
nifas dalam hal
puasa sama dengan
haidl. Dasarnya adalah:
a. Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya:
“Rasulullah saw bersabda:
Bukankah wanita itu jika sedang haidl, tidak shalat dan tidak berpuasa? Mereka
menjawab: Ya.” [HR. Al-Bukhariy].
b. Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “‘Aisyah r.a.
berkata: Kami pernah kedatangan hal itu
[haid], maka kami diperintahkan
mengqadla puasa dan tidak
diperintahkan mengqadla shalat.” [HR. Muslim].1
E. Orang yang
Diberi Keringanan dan Orang yang Boleh Meninggalkan Puasa
1. Orang yang
diberi keringanan (dispensasi)
untuk tidak berpuasa,
dan wajib mengganti
(mengqadla) puasanya di luar bulan Ramadhan: a. Orang yang sakit biasa di bulan Ramadhan.
b. Orang yang sedang bepergian
(musafir).
Dasarnya adalah:
1)
Firman Allah SWT
Artinya: “Maka barang siapa di antara kamu ada yang
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain ...” [QS. Al-Baqarah (2): 184].
2) Sabda Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Bahwa
Rasulullah saw bersabda: Sungguh Allah
Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separo shalat bagi
orang yang bepergian, dan membebaskan
pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui.” [HR. Al-Khamsah].
2. Orang yang boleh
meninggalkan puasa dan menggantinya dengan fidyah 1 mud (0,5 kg)
atau lebih makanan pokok, untuk setiap hari.
a. Orang yang tidak
mampu berpuasa, misalnya karena tua dan sebagainya. b. Orang yang sakit menahun.
c. Perempuan
hamil.
d. Perempuan yang
menyusui.
Dasarnya adalah:
1) Firman Allah
SWT
1 Ketika mensyarah
hadis ini an-Nawaw³ menjelaskan, “Ungkapan ‘… maka kami diperintahkan mengqadla
puasa dan tidak diperintahkan mengqadla shalat’ adalah hukum yang telah
disepakati. Kaum Muslimin juga telah berijmak bahwa wanita sedang haid dan nifas tidak wajib shalat
dan puasa, dan tidak wajib mengqadla shalat tetapi wajib mengqadla puasa.”
5
Artinya: “Dan wajib
bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” [QS. Al-Baqarah (2):
184].
2) Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Bahwa
Rasulullah saw bersabda: Sungguh Allah
Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separo shalat bagi
orang yang bepergian, dan membebaskan
pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui.” [HR. Al-Khamsah].
F. Hal-hal yang
Membatalkan Puasa dan Sanksinya
1. Makan dan
minum di siang
hari pada bulan
Ramadhan, puasanya batal,
dan wajib menggantinya di luar
bulan Ramadhan.
Allah SWT berfirman
Artinya: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar ...” [QS. Al-Baqarah (2): 187].
2. Senggama suami-isteri
di siang hari pada bulan Ramadhan; puasanya batal, dan wajib mengganti puasanya
di luar bulan Ramadhan, dan wajib membayar kifarah berupa: memerdekakan seorang
budak; kalau tidak
mampu harus berpuasa
2 (dua) bulan berturut-turut; kalau tidak mampu harus memberi makan 60
orang miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok. Dalam suatu hadits disebutkan
sebagai berikut:
Artinya: “Dari Abu
Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata:
Ketika kami sedang duduk di hadapan Nabi saw, tiba-tiba datanglah
seorang laki-laki, lalu berkata: Hai
6
Rasulullah, celakah aku.
Beliau berkata: Apa yang
menimpamu? Ia berkata: Aku
mengumpuli isteriku di bulan Ramadhan sedang aku berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw: Apakah engkau dapat
menemukan budak yang engkau merdekakan? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda:
Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab: Tidak. Nabi
bersabda: Mampukah engkau memberi makan enam puluh orang miskin? Ia menjawab:
Tidak. Abu Hurairah berkata: Orang itu berdiam di hadapan Nabi saw. Ketika
kami dalam situasi
yang demikian, ada seseorang yang memberikan sekeranjang kurma (keranjang
adalah takaran), Nabi saw bertanya: Dimana orang yang bertanya tadi? Orang itu
menyahut: Aku (di sini). Maka bersabdalah beliau: Ambillah ini dan
sedekahkanlah. Ia berkata: Apakah aku sedekahkan kepada orang yang lebih miskin
daripada aku, hai Rasulullah. Demi
Allah, tidak ada di antara kedua benteng-kedua bukit hitam kota Madinah ini
keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku.
Maka tertawalah Rasulullah saw
hingga nampak gigi taringnya, kemudian bersabda: Berikanlah makanan itu
kepada keluargamu.” [HR. Al-Bukhariy].
G. Masalah Orang
yang Lupa
Orang yang makan
atau minum karena
lupa di siang
hari pada bulan
Ramadhan, dalam keadaan berpuasa,
tidaklah batal puasanya, dan harus meneruskan puasanya
tanpa adanya sanksi apapun. Dalam suatu hadits disebutkan sebagai
berikut:
Artinya: “Dari Abu
Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
Barangsiapa lupa sedang ia
berpuasa, lalu makan dan
minum, maka sempurnakanlah
puasanya, karena sesungguhnya Allahlah yang memberi makan dan minum itu
kepadanya.” [HR. Al-Jama‘ah].
H. Hal-hal yang
Harus Dijauhi Selama Berpuasa
1. Berkata atau
melakukan hal-hal yang
tidak sesuai dengan
ajaran Islam, seperti: berbohong, memfitnah,
menipu, berkata kotor,
mencaci maki, membuat gaduh, mengganggu orang
lain, berkelahi, dan
segala perbuatan yang
tercela menurut ajaran Islam. Dasarnya adalah:
a. Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Dari Abu
Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa ia
berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Barang siapa yang tidak meninggalkan
perkataan bohong dan suka mengerjakannya,
maka Allah tidak
memandang perlu orang itu
meninggalkan makan dan minumnya.” [HR. Al-Khamsah].
b. Hadits Nabi
Muhammad saw:
.[ﻢﻠﺴﻣو Artinya: “Dari
Abu Hurairah r.a.
(diriwayatkan bahwa) ia berkata:
Bersabda Rasulullah saw: Jika
seseorang di antara kamu berpuasa, maka janganlah berkata kotor pada hari itu,
dan janganlah berbuat gaduh. Jika dimarahi oleh seseorang atau dimusuhinya, hendaklah
ia berkata: ‘saya sedang berpuasa’.”
[HR. Al-Bukhari dan Muslim].
2. Berkumur atau
istinsyaq secara berlebihan. Dasarnya adalah hadits Nabi saw:
Artinya: “Dari Laqith bin Saburah r.a. (diriwayatkan bahwa)
ia berkata: Saya berkata: Hai Rasulullah terangkanlah kepadaku tentang wudlu.
Rasulullah saw bersabda: Ratakanlah air wudlu dan sela-selailah jari-jarimu,
dan keraskanlah dalam menghirup
air dalam hidung, kecuali jika engkau sedang berpuasa.” [HR. Al-Khamsah].
3. Mencium isteri
di siang hari, jika tidak mampu menahan syahwat. Dasarnya adalah hadits
Nabi Muhammad saw:
.[ﻰﺋﺎﺴﻨﻟاو Artinya: “Dari Aisyah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah Rasulullah saw mencium dan
merangkul saya dalam keadaan berpuasa. Tetapi beliau adalah orang yang paling
mampu menahan nafsunya.” [HR. Al-Jama‘ah dan An-Nasa'i].
I. Amalan-amalan
yang Dianjurkan Selama Berpuasa
1.
Mengerjakan Qiyamul-Lail (Shalat
Tarawih). Dasarnya adalah
hadits Nabi Muhammad saw:
.[نﺎﺨﻴﺸﻟا ﻩاور] Artinya: “Dari
Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw menganjurkan (shalat)
qiyami Ramadhan kepada mereka (para shahabat), tanpa perintah wajib. Beliau
bersabda: Barangsiapa mengerjakan (shalat) qiyami Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” [HR. Al-Bukhari
dan Muslim].
2. Mengakhirkan
makan di waktu sahur. Dasarnya adalah hadits Nabi saw:
8
Artiunya: Dari Sahl Ibnu Sa‘ad r.a. (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Saya makan sahur di keluarga saya, kemudian saya berangkat
terburu-buru sehingga saya mendapatkan sujud (pada shalat subuh) bersama
Rasulullah saw [HR al-Bukh±r³, dalam
Kitab ash-Shiy±m B±b Ta’kh³r as-Sa¥r].
Artinya: “Dari Abu
Dzarr (diriwayatkan bahwa) ia berkata:
Rasulullah saw bersabda: Umatku senantiasa dalam keadaan baik selama mereka
menyegerakan berbuka dan
menta’khirkan sahur” [HR Ahmad].
Menyegerakan berbuka sebelum
shalat Maghrib (ta‘jil).
Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:
Artinya: “Dari Sahl bin Sa‘ad (diriwayatkan bahwa) Rasulullah
saw bersabda: Orang akan selalu baik (sehat) apabila segera berbuka.” [Muttafaq
‘Alaih].
3.
Menyegerakan berbuka sebelum
shalat Maghrib (ta‘jil).
Dasarnya adalah hadits
Nabi
Muhammad saw:
4. Berdoa ketika berbuka puasa, dengan doa yang
dituntunkan yang menunjukkan kepada rasa
syukur kepada Allah
SWT. Misalnya do’a Ddzahazh
zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa
tsabatil ajru insy± Allah, atau All±humma laka shumtu wa ‘al± rizqika afthartu.
Hal ini diterangkan dalam hadis-hadis berikut:
Dawud].
. [نﺎﻤﻳﻹا ﺐﻌﺷ ﻲﻓ ﻲﻘﻬﻴﺒﻟاو دواد ﻮﺑأو Artinya: “Dari
abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah nabi saw apabila berpuasa,
beliau berbuka. Beliau mengucapkan All±humma laka shumtu wa ‘al± rizkika
afthartu [Ya Allah untukmulah aku berpuasa dan karena rezkimulah aku berbuka]
[HR Ibnu Ab³ Syaibah, juga diriwayatkan oleh Abu D±wd dan al-Baihaq³ dalam
Syu‘abul-
´m±n].
5. Memperbanyak
shadaqah dan mempelajari/membaca
Al-Qur'an.
9
.[ﻪﻴﻠﻋ ﻖﻔﺘﻣ] Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Rasulullah saw adalah orang yang
paling dermawan, apalagi pada
bulan Ramadhan, ketika ditemui
oleh Malaikat Jibril pada setiap malam
pada bulan Ramadhan, dan mengajaknya membaca dan mempelajari Al-Qur'an.
Ketika ditemui Jibril, Rasulullah
adalah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.” [Muttafaq ‘Alaih].
6. Mendekatkan diri
kepada Allah dengan cara i‘tikaf di masjid, terutama pada sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw.
Artinya: “Dari Ibnu
Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Rasulullah saw selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di
bulan Ramadhan.” [Muttafaq ‘Alaih].
J. Tuntunan
Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih)
1. Pengertian
Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih)
Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih) ialah shalat sunnat malam pada
bulan Ramadhan.
2. Waktu
Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih)
Adapun waktunya ialah sesudah shalat ‘Isya hingga fajar
(sebelum dating waktu Shubuh), sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi
Muhammad saw:
.[ﻢﻠﺴﻣ ﻩاور] Artinya: “Dari ‘Aisyah r.a. isteri
Nabi saw (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw selalu
mengerjakan shalat (malam) pada waktu
antara selesai shalat ‘Isya, yang disebut orang "‘atamah" hingga
fajar, sebanyak sebelas rakaat.” [HR. Muslim].
3. Pelaksanaan
Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih)
a.
Qiyamul-Lail (Shalat Tarawih)
sebaiknya dikerjakan secara
berjama‘ah, baik di masjid,
mushalla, ataupun di rumah, dan
dapat pula dikerjakan
sendiri-sendiri. Apabila dikerjakan secara berjama‘ah, maka harus diatur
dengan baik dan teratur, sehingga menimbulkan
rasa khusyu‘ dan tenang serta khidmat; shaf laki-laki dewasa di bagian
depan, anak-anak dibelakangnya, kemudian
wanita di shaf
paling belakang. Kalau perlu
dapat diberi tabir,
untuk menghindari saling
memandang antara laki-laki dan wanita. Dasarnya adalah:
1) Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Dari ‘Abdir-Rahman bin ‘Abdil-Qari, (diriwayatkan
bahwa) ia berkata: Saya keluar bersama
Umar ibnul-Khathab r.a. di
suatu malam pada bulan Ramadhan ke masjid, ketika itu manusia
berkelompok-kelompok terpisah-pisah, ada seorang laki-laki yang mengerjakan
shalat sendirian, ada pula seorang laki- laki
yang sedang melakukan shalat
kemudian sekelompok orang mengikuti
shalatnya, lalu berkatalah Umar: Seandainya saya kumpulkan mereka untuk
mengikuti satu adalah lebih utama. Kemudian setelah memantapkan niatnya, ia
mengumpulkan mereka agar mengikuti Ubay bin
Ka‘ab (sebagai imamnya). Kemudian saya keluar bersama Umar pada malam
yang lain, dan manusia sedang mengerjakan shalat mengikuti shalat imam
mereka. Lalu berkatalah Umar:
Alangkah baik bid‘ah ini …” [HR. Al-Bukhariy].
2) Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Dari Anas
ibn Malik r.a.
(diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya mendirikan shalat di rumah saya bersama anak yatim di
belakang Nabi saw, sedang ibuku, Ummu Sulaim di belakang kami.” [HR. Al-Bukhari].
b. Qiyamul-Lail
(Shalat Tarawih) dikerjakan dengan 4 raka‘at, 4 raka‘at tanpa tasyahud awal,
dan 3 raka‘at witir tanpa tasyahud awal,
sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad saw:
Artinya: “Dari
‘Aisyah (diriwayatkan bahwa) ketika ia ditanya mengenai shalat Rasulullah saw di
bulan Ramadan. Aisyah menjawab: Nabi saw
tidak pernah melakukan shalat sunnat di bulan Ramadan dan bulan
lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau
tanya bagaimana bagus dan indahnya. kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.”
[HR. Al- Bukhari dan Muslim].
c. Sebelum mengerjakan
Qiyamul-Lail, disunnatkan mengerjakan
shalat sunat dua raka‘at ringan (Shalat Iftitah),
sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad saw:
11
.[دواد ﻮﺑأو ﺪﻤﺣأو Artinya: “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw,
(diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Jika salah satu di antara kamu mengerjakan qiyamul-lail,
hendaklah ia membuka
(mengerjakan) shalatnya dengan shalat dua rakaat ringan.” [HR. Muslim, Ahmad,
dan Abu Dawud].
d. Bacaan surat
yang dibaca setelah
membaca Al-Fatihah pada 3
raka‘at shalat witir, menurut Rasulullah saw adalah sebagai
berikut: Pada raka‘at pertama membaca surat Al-A‘la, pada raka‘at kedua membaca
surat Al-Kafirun, dan pada raka‘at ketiga membaca surat Al-Ikhlash. Dalam
hadits Nabi disebutkan sebagai berikut:
.[ﻪﺟﺎﻣ ﻦﺑاو ىﺬﻣﺮﺘﻟاو Artinya: “Dari Ubay bin Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Bahwa Nabi saw pada shalat
witir pada rakaat yang pertama selalu membaca Sabbihisma Rabbikal- A‘laa, dan pada rakaat yang kedua
membaca Qul Yaa Ayyuhal-Kaafiruun, dan pada rakaat yang ketiga membaca Qul Huwallaahu
Ahad.” [HR. An-Nasa'i, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah].
e. Setelah selesai
3 raka‘at shalat witir, disunatkan membaca doa dengan suara nyaring:
Artinya: “Maha Suci Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha
Bersih.”
Dibaca tiga kali, dan membaca:
Artinya: “Yang Menguasai para Malaikat dan Ruh/Jibril.”
Berdasarkan hadis:
Artinya: “Dari Ubayy Ibnu Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Adalah Rasulullah saw membaca Sub¥±nal-Malikil-Qudds [Maha Suci Allah
Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih]” [HR Ab D±wd].
12
Artinya: “Dari Ubayy Ibnu Ka‘ab (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Adalah Rasulullah saw melakukan witir dengan membaca
Sabbihis—marabbikal-a‘l±, qul y± ayyuhal- k±firn dan qul huwall±hu a¥±d; dan apabila selesai salam ia membaca
Sub¥±nal- Malikil-Qudds [Maha Suci
Allah Yang Maha Merajai dan Yang Maha Bersih] tiga kali dan menyaringkan suaranya dengan yang ketiga, serta
mengucapkan rabbul- mal±’ikati war-r¥
[Tuhan Malaikat dan ruh]” [HR
ath-Thabarani, di dalam
al- Mu‘jam al-Ausath].
K. Tuntunan Idul
Fitri
1. Memperbanyak
takbir pada malam Hari Raya ‘Idul Fitri, sejak matahari terbenam, hingga esok,
ketika shalat ‘Id dimulai. Dasarnya adalah firman Allah SWT:
.[185 :(2) ةﺮﻘﺒﻟا] Artinya: “Dan
hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
[QS. Al-Baqarah (2): 185].
2. Sebelum berangkat
ke tempat shalat, hendaklah memakai pakaian yang terbaik yang dimilikinya, memakai wangi-wangian, makan secukupnya. Pada waktu berangkat shalat hendaklah selalu membaca takbir. Dan pada waktu pulang
hendaklah mengambil jalan lain
ketika berangkat. Semua
kaum muslimin dan
muslimat dianjurkan mendatangi tempat shalat untuk mendengarkan
khutbah. Para wanita yang sedang haidl cukup mendengarkan khutbah, tidak
mengerjakan shalat. Dasar-dasarnya adalah:
a. Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Dari Anas
r.a. (iriwayatkan bahwa) Rasulullah saw
menyuruh kami pada dua hari raya [Idul
Fitri dan Idul Adlha] agar memakai pakaian yang terbaik yang kami miliki,
memakai wangi-wangian yang terbaik, dan menyembelih binatang yang paling
gemuk.” [HR. Al-Hakim].
b. Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Dari Abu
Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Rasulullah saw apabila keluar
ke tempat shalat dua Hari Raya, pulangnya selalu mengambil jalan lain dari
ketika beliau keluar.” [HR. Ahmad dan Muslim].
c. Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Dari ‘Ali r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata:
Termasuk sunnah Nabi, pergi ke tempat shalat ‘Id dengan berjalan kaki dan makan
sedikit sebelum keluar.” [HR at- Tirmidzi].
13
d. Hadits Nabi
Muhammad saw:
Artinya: “Dari Ummu
‘Athiyyah (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Rasulullah saw memerintahkan
kami supaya menyuruh mereka keluar pada hari Idul Fitri dan Idul Adlha: yaitu
semua gadis remaja, wanita sedang haid dan wanita pingitan. Adapun
wanita-wanita sedang haid supaya tidak memasuki
lapangan tempat shalat, tetapi
menyaksikan kebaikan hari raya itu dan panggilan kaum Muslimin. Aku bertanya:
Wahai Rasulullah, bagaimana salah seorang kami yang tidak mempunyai baju
jilbab? Rasulullah menjawab: Hendaklah
temannya meminjaminya baju
kurungnya.” [HR. Al-Jama‘ah].
3. Lafadz Takbir
Lafadz takbir untuk Hari Raya adalah:
Artinya: “Dari Salman
(dilaporkan bahwa) ia berkata:
Bertakbirlah dengan: Allaahu akbar,
Allaahu akbar kabiiran. Dan dari Umar dan Ibnu Mas‘ud (dilaporkan): Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa ilaaha
illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar wa lillaahil- hamd.” [HR.
‘Abdur-Razzaq, dengan sanad shahih].
4. Zakat Fitri
Zakat fitri diwajibkan
kepada setiap orang muslim/muslimah,
tua muda, dan anak kecil, yang
pada menjelang Hari
Raya mempunyai kelebihan
makanan pokok. Zakat
fitri berupa makanan pokok sebanyak 1 sha‘ (± 2,5 kg). Zakat fitri
ditunaikan pada akhir Ramadhan,
dan selambat-lambatnya sebelum
shalat ‘Id dilaksanakan. Apabila
zakat tersebut ditunaikan sesudah shalat ‘Id, maka berubah menjadi
shadaqah biasa. Sebaiknya zakat fitri dikumpulkan pada Panitia Zakat (Amil
Zakat), agar dapat dibagikan secara merata dan teratur.
Adapun tujuan zakat fitri ialah untuk membersihkan orang yang
berpuasa dari dosa- dosanya, karena ketika
berpuasa, baik sengaja
maupun tidak sengaja,
telah melakukan hal-hal yang
dilarang oleh Syari‘ah, dan juga untuk menyantuni para fakir miskin.
Dalam hadits Nabi saw disebutkan sebagai berikut:
Artinya: “Dari Ibnu
Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Rasulullah saw telah mewajibkan
zakat fitri untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dari perkataan yang
sia-sia dan kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Barang
siapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Id, maka itu adalah zakat yang
diterima, dan barang siapa yang menunaikannya sesudah shalat ‘Id, maka itu
hanyalah sekedar sedekah.” [HR. Abu Dawud, Ibnu Majah].
.[ﻢﻠﺴﻣ ﻩاور] Artinya. “Dari Abdullah Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw telah mewajibkan zakat
fitri pada bulan Ramadhan atas setiap jiwa orang Muslim, baik merdeka ataupun
budak, laki-laki ataupun wanita, kecil ataupun besar, sebanyak satu sha' kurma
atau gandum. [HR. Muslim].
5. Shalat dan
Khutbah ‘Idul Fitri
a. Shalat Idul
Fitri dikerjakan secara berjama‘ah di tanah lapang. Jumlah rakaat shalat Idul
Fitri adalah dua rakaat, dengan tujuh
kali takbir setelah takbiratul ihram
pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua. Dasar-dasarnya
adalah:
Artinya: “Dari Abu
Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Nabi Muhammad saw selalu keluar pada hari Idul Fitri
dan hari Idul Adlha menuju lapangan, lalu hal pertama
yang ia lakukan adalah shalat ...” [HR. Al-Bukhari].
Artinya: “Dari Ibnu Abbas (diriwayatkan) bahwasanya
Rasulullah saw pada hari Idul Adlha atau Idul Fitri keluar, lalu shalat dua
rakaat, dan tidak mengerjakan shalat
apapun sebelum maupun sesudahnya. [Ditakhrijkan oleh tujuh ahli hadis].
Artinya: “Dari Aisyah (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw
pada shalat dua hari raya bertakbir tujuh kali dan lima kali sebelum membaca
(al-Fatihah dan surat). [HR Ahmad].
b. Khutbah Idul
Fitri dikerjakan satu
kali sesudah melaksanakan shalat
Idul Fitri, dimulai dengan
bacaan hamdalah. Dasarnya adalah:
15
Artinya: “Dari Abu Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan bahwa) ia
berkata: Rasulullah saw keluar pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha menuju
lapangan tempat shalat, maka hal pertama yang dia lakukan adalah shalat,
kemudian manakala selesai beliau berdiri menghadap orang banyak yang tetap
duduk dalam saf-saf mereka, lalu Nabi saw menyampaikan nasehat dan pesan-pesan
dan perintah kepada mereka; lalu jika beliau hendak memberangkatkan angkatan perang atau hendak memerintahkan
sesuatu beliau laksanakan, kemudia lalu beliau pulang. [HR. Muttafaq ‘Alaih].
Artinya: “Dari Jabir
(diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya menghadiri shalat pada suatu hari raya
bersama Rasulullah saw: sebelum khutbah
beliau memulai dengan shalat tanpa azan dan tanpa qamat. Lalu manakala selesai
shalat beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal. Lalu ia bertahmid dan
memuji Allah, menyampaikan nasehat dan
peringatan untuk jamaah, serta mendorong mereka supaya patuh kepada-Nya ... [HR. an-Nasa’i].