Mengenai Saya

Foto saya
Pasrum Affandi, Waka Kurikulum SMA Muhammadiyah 1 Pekajangan Pekalongan

Rabu, 26 November 2008

kajian ilmu Hadits

PENGERTIAN HADITS
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah.
Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini.
Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi
Hadits Mutawatir
Hadits Ahad
Hadits Shahih
Hadits Hasan
Hadits Dha'if
Menurut Macam Periwayatannya
Hadits yang bersambung sanadnya (hadits Marfu' atau Maushul)
Hadits yang terputus sanadnya
Hadits Mu'allaq
Hadits Mursal
Hadits Mudallas
Hadits Munqathi
Hadits Mu'dhol
Hadits-hadits dha'if disebabkan oleh cacat perawi
Hadits Maudhu'
Hadits Matruk
Hadits Mungkar
Hadits Mu'allal
Hadits Mudhthorib
Hadits Maqlub
Hadits Munqalib
Hadits Mudraj
Hadits Syadz
Beberapa pengertian dalam ilmu hadits
Beberapa kitab hadits yang masyhur / populer
I. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya Perawi
I.A. Hadits Mutawatir
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah orang yang semacam itu juga. Berdasarkan itu, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu hadits bisa dikatakan sebagai hadits Mutawatir:
Isi hadits itu harus hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera.
Orang yang menceritakannya harus sejumlah orang yang menurut ada kebiasaan, tidak mungkin berdusta. Sifatnya Qath'iy.
Pemberita-pemberita itu terdapat pada semua generasi yang sama.
I.B. Hadits Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah "zhonniy". Sebelumnya para ulama membagi hadits Ahad menjadi dua macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha'if. Namun Imam At Turmudzy kemudian membagi hadits Ahad ini menjadi tiga macam, yaitu:
I.B.1. Hadits Shahih
Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu'allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.
Harus bersambung sanadnya
Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil.
Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya)
Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih)
Tidak cacat walaupun tersembunyi.
I.B.2. Hadits Hasan
Ialah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada yang disangka dusta dan tidak syadz.
I.B.3. Hadits Dha'if
Ialah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat.
II. Menurut Macam Periwayatannya
II.A. Hadits yang bersambung sanadnya
Hadits ini adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad SAW. Hadits ini disebut hadits Marfu' atau Maushul.
II.B. Hadits yang terputus sanadnya
II.B.1. Hadits Mu'allaq
Hadits ini disebut juga hadits yang tergantung, yaitu hadits yang permulaan sanadnya dibuang oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya, yang berarti termasuk hadits dha'if.
II.B.2. Hadits Mursal
Disebut juga hadits yang dikirim yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'in dari Nabi Muhammad SAW tanpa menyebutkan sahabat tempat menerima hadits itu.
II.B.3. Hadits Mudallas
Disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad ataupun pada gurunya. Jadi hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
II.B.4. Hadits Munqathi
Disebut juga hadits yang terputus yaitu hadits yang gugur atau hilang seorang atau dua orang perawi selain sahabat dan tabi'in.
II.B.5. Hadits Mu'dhol
Disebut juga hadits yang terputus sanadnya yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'it dan tabi'in dari Nabi Muhammad SAW atau dari Sahabat tanpa menyebutkan tabi'in yang menjadi sanadnya. Kesemuanya itu dinilai dari ciri hadits Shahih tersebut di atas adalah termasuk hadits-hadits dha'if.
III. Hadits-hadits dha'if disebabkan oleh cacat perawi
III.A. Hadits Maudhu'
Yang berarti yang dilarang, yaitu hadits dalam sanadnya terdapat perawi yang berdusta atau dituduh dusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut hadits.
III.B. Hadits Matruk
Yang berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja sedangkan perawi itu dituduh berdusta.
III.C. Hadits Mungkar
Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya / jujur.
III.D. Hadits Mu'allal
Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa disebut juga dengan hadits Ma'lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu'tal (hadits sakit atau cacat).
III.E. Hadits Mudhthorib
Artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan.
III.F. Hadits Maqlub
Artinya hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
III.G. Hadits Munqalib
Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
III.H. Hadits Mudraj
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat tambahan yang bukan hadits, baik keterangan tambahan dari perawi sendiri atau lainnya.
III.I. Hadits Syadz
Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya) yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat / pembawa) yang terpercaya pula. Demikian menurut sebagian ulama Hijaz sehingga hadits syadz jarang dihapal ulama hadits. Sedang yang banyak dihapal ulama hadits disebut juga hadits Mahfudz.
IV. Beberapa pengertian (istilah) dalam ilmu hadits
IV.A. Muttafaq 'Alaih
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, atau dikenal juga dengan Hadits Bukhari - Muslim.
IV.B. As Sab'ah
As Sab'ah berarti tujuh perawi, yaitu:
Imam Ahmad
Imam Bukhari
Imam Muslim
Imam Abu Daud
Imam Tirmidzi
Imam Nasa'i
Imam Ibnu Majah
IV.C. As Sittah
Yaitu enam perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad bin Hanbal.
IV.D. Al Khamsah
Yaitu lima perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Bukhari dan Imam Muslim.
IV.E. Al Arba'ah
Yaitu empat perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim.
IV.F. Ats tsalatsah
Yaitu tiga perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.
IV.G. Perawi
Yaitu orang yang meriwayatkan hadits.
IV.H. Sanad
Sanad berarti sandaran yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada orang yang mengeluarkan (mukhrij) hadits itu atau mudawwin (orang yang menghimpun atau membukukan) hadits. Sanad biasa disebut juga dengan Isnad berarti penyandaran. Pada dasarnya orang atau ulama yang menjadi sanad hadits itu adalah perawi juga.
IV.I. Matan
Matan ialah isi hadits baik berupa sabda Nabi Muhammad SAW, maupun berupa perbuatan Nabi Muhammad SAW yang diceritakan oleh sahabat atau berupa taqrirnya.
V. Beberapa kitab hadits yang masyhur / populer
Shahih Bukhari
Shahih Muslim
Riyadhus Shalihin

Selasa, 25 November 2008

Dunia Islam

Industri Minyak di Dunia Islam

Pada abad ke-9 M, ilmuwan Muslim bernama Muhammad Al-Razi (864- 925) telah berhasil memproduksi minyak tanah untuk lampu dan pemanas.Dunia Islam dikenal memiliki cadangan minyak yang melimpah ruah. Dari dulu hingga kini negara-negara Muslim di kawasan Teluk dan Semenanjung Arab menjadi produsen minyak terbesar di dunia. Tak heran, jika anggota Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) didominasi negaranegara Muslim, seperti Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait,Qatar,sertaUniEmiratArab.Industri minyak di dunia Islam telah dimulai sejak abad ke-7 M. Dr A Zahoor dalam tulisannya berjudul Muslims and the Oil Industries mengungkapkan, era minyak di dunia Muslim diawali dengan kisah penghianatan. Guna mematahkan perlawanan kaum Muslim yang hendak menguasai Konstantinopel, Kaisar Constantine IV memerintahkan panglima tinggi militernya untuk bekerja sama dengan seorang penghianat dari Damaskus dalam sebuah operasi rahasia.Pasukan Constantine akhirnya mampu mengalahkan perlawanan tentara Muslim dengan senjata berteknologi minyak yang diciptakan para ilmuwan dari Dinasti Umayyah pada tahun 680 M. Peristiwa itu menandakan bahwa umat Islam di era kekhalifahan sudah menguasai teknologi pe ngo lahan minyak. Sebuah pencapaian teknologi yang sangat tinggi pada zamannya.Sejatinya, menurut Zahoor, manusia kuno yang tinggal di dunia Islam seperti Kuwait, Irak, Iran dan Azerbaijan, Turkmenistan dan Uzbekistan sudah mengenal minyak dan gas. “Orang Mesopotamia yang pertama kami membangun beberapa peradaban telah mengenal minyak mentah yang berasal dari sumur alam,” ungkap Zahoor. Sebuah manuskrip Akkadian bertarikh 2200 SM menyebut minyak mentah dengan istilah naptu –– berasal dari bahasa Arab yakni naft.Saat pasukan tentara Muslim tiba di Irak dan Persia sekitar tahun 640 M, di kedua wilayah itu ditemukan ratusan lubang sumur minyak yang terbuka. Menurut catatan sejarah, mulai abad ke-10 M, Provinsi Faris di Persia telah menyumbangkan hampir 90 metrik ton minyak setiap tahunnya untuk bahan bakar lampu di istana khalifah. Sejarawan Muslim, Ibnu Adam menceritakan permintaan dan kebutuhan minyak di era kekhalifahan begitu tinggi.Akibat tingginya kebutuhan akan minyak membuat gubernur Arab di Irak Utara menghentikan penarikan pajak minyak dan merkuri. Kebijakan itu dilakukan sebagai sebuah insentif agar produksi minyak dari wilayah itu bisa semakin tinggi. Sejarah mencatat, sejumlah sumur minyak yang luas telah mulai dioperasikan di Irak dan wilayah se kitarnya pada abad ke-8 M.Sumur minyak yang paling strategis dan penting berada di Dir al-Qayyara ñ dekat kota Mosul. Sumur minyak itu mendapat penjagaan yang ketat pada siang dan malam dari tentara kekhalifahan.Pada era itu, umat Islam tak hanya mengeksplorasi minyak. Peradaban Islam pada masa itu juga mulai menggunakan aspal untuk menghaluskan jalan-jalan di kota-kota utama. Di awal abad ke-13, ahli geografi bernama Yaqut secara gamblang menjelaskan bagaimana umat Islam menciptakan aspal dan menggunakannya untuk menghaluskan jalan. Perabadan Islam menggunakan aspal jauh lebih dulu dibanding kan peradaban Barat. Eropa pertama kali mengenal dan menggunakan aspal pada abad ke-19 M. Yakni, saat jalan di kota Paris berlapiskan aspal pada tahun 1838.Sejarawan Muslim dari abad ke-10 M, Al-Mas’udi mencatat ten tang ladang-ladang minyak yang tersebar luas di daratan negeri Muslim. Sang sejarawan menyaksikan sumur-sumur minyak ter serak di Sicilia, Oman, Hadramaut, Irak, Persia, Turkmenistan, Taskent, India dan di wilayah Pulau Sumetera. Ia begitu takjub dengan jumlah minyak yang diproduksi negaranegara Muslim, kala itu. Ia menyebut negeri-negeri itu sebagai bilad al-naffata alias ‘negeri minyak’.Kekhalifahan Islam mulai menerapkan pajak minyak pada saat Khalifah Abbasiyah, Al-Mansur (754-775) memberlakukan pungutan atas produksi minyak. Itulah pajak pertama yang diberlakukan atas produksi minyak dan hingga kini masih tetap berlaku di seantero dunia. Begitu melimpahnya produksi minyak yang dihasilkan, Kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad mengangkat wali al-naft atau pengelola minyak di setiap daerah yang memproduksi minyak.Pada abad ke-9 M, ilmuwan Muslim bernama Muhammad Al- Razi (864-925) telah berhasil memproduksi minyak tanah untuk lampu dan pemanas.Dalam kitab yang ditulisnya berjudul Kitab Al-Asrar— Rhazes begitu orang Barat menyebutnya ñ telah mengungkapkan dua metode penyulingan untuk membuat minyak tanah. Metode penyulingan pertama menggunakan tanah liat dan yang kedua menggunakan ammonium khlorida.Penyulingan itu dilakukan berulang-ulang sampai hasil sulingan benar-benar bersih dan amat digunakan untuk lampu. Minyak tanah bisa digunakan apabila pecahan hidrokarbon sudah menguap. Minyak tanah untuk lampu telah digunakan perabadan Muslim di zaman keemasan lebih dari 1.000 tahun sebelum masyarakat Barat mengenalnya. Itu berarti negeri-negeri Barat masih dicengkram gelapgulita, ketika kota-kota Islam bertabur cahaya di waktu malam.Pada abad ke-10, kota Cordoba –– Eropa Muslim –– telah terangbenderang di malam hari. Di era kepemimpinan Khalifah Abdurrahman II (912-976), Masjid Cordoba saja diterangi 4.700 lampu dan menghabiskan minyak sekitar 11 ton per tahunnya. Para sejarawan juga melukiskan, jalan-jalan di Cor doba yang mulus dan licin pada malam hari terang-benderang bertaburkan cahaya lampu.Proses penyulingan yang digunakan untuk memproduksi minyak tanah sudah mulai sempurna pada abad ke-9 M. Minyak tanah di dunia dikenal dengan nama naft abyad atau minyak putih. Seorang sarjana terkemuka dari Persia di abad ke-15 M, Abu Tahir Al-Fayruzabadi dalam catatan perjalannya berjudul Al- Qamus Al-Muhit menuturkan bahwa minyak terbaik adalah minyak putih.Sang pengembara itu juga menuturkan bahwa minyak tanah untuk bahan bakar lampu pada masa itu telah dijual bebas, laiknya obat. Abu Tahir juga mengungkapkan bahwa industri minyak sudah berjalan dengan pesat. Begitulah dunia Islam memulai produksi minyaknya di abad ke-7 M. Hingga kini, dunia Islam masih menjadi produsen utama minyak bumi alias bahan bakar fosil.Sang Penemu Metode Produksi MinyakTerlahir di Rayy, Provinsi Khurasan dekat Teheran tahun 864 M, Al-Razi dikenal sebagai seorang dokter dan ahli kimia yang hebat. Sejatinya, ilmuwan Muslim yang dikenal Barat sebagai Rhazes itu bernama lengkap Abu Bakar Muhammad ibnu Zakariya. Al-Razi muda yang dikenal amat gemar memainkan harpa sudah mulai jatuh hati pada ilmu kimia.Ia menimba ilmu dari Ali ibnu Rabban al-Tabari (808 M) — seorang dokter sekaligus filosof. Sang gurulah yang telah melecut minat Rhazes untuk menekuni dua bidang ilmu yakni kedokteran dan filsafat. Hingga kelak, dia menjadi seorang filosof, dokter dan ahli kimia yang amat populer di zamannya.Al-Razi merupakan ilmuwan yang sangat produktif. Tak kurang dari 200 buku berhasil dituliskannya. Kitabnya yang paling terkenal dan fenomenal adalah Kitab Al Mansur, Kitab Al Hawi, Kitab Al Asrar atau ‘Kitab Rahasia’. Dalam ìKitab Rahasiaî itulah Al-Razi melahirkan terobosan yang mencengangkan, yakni dua metode untuk memproduksi minyak tanah atau minyak lampu.Metode pertama untuk memroduksi minyak tanah yang ditemukan Al- Razi adalah dengan menggunakan tanah liat sebagai penyerap. Sedangkan, metode kedua menggunakan ammonium khlorida.Penyulingan minyak dengan kedua metode itu dilakukan secara berulang-ulang sampai hasil sulingan benar-benar bersih dan amat digunakan untuk lampu. Minyak tanah bisa digunakan apabila pecahan hidrokarbon sudah menguap.Sejarah juga mencatat bahwa Al- Razilah-lah, Ilmuwan pertama yang mengungkapkan minyak tanah untuk lampu atau naffatah. Minyak tanah temuannya itu digunakan untuk bahan bakar pemanas dan penerangan alias lampu. Kitab Al-Asrar yang ditulisnya telah digunakan industri lampu minyak dari zaman ke zaman.Selain sebagai ahli kimia, Al-Razi banyak memberi kontribusi dalam ilmu kedokteran. Penguasannya yang amat luas dan mendalam dalam kedokteran telah membuat namanya populer baik di Barat maupun di Timur. Tak heran, jika dia dipandang sebagai dokter terbesar abad pertengahan dan seorang dokter Muslim yang tiada bandingnya.Al-Razi sempat memimpin rumah sakit di Rayy, Iran pada usia 30 tahun. Ia juga sempat mengelola dan memimpin rumah sakit di Bagdad. Buku kedokterannya yang paling terkenal adalah Al-Tibb Al-Mansur yang dipersembahkan kepada Gubernur al-Mansur, al-Hawi. Selain itu, ensiklopedi ilmu kedokteran yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1279 menjadi rujukan sekolah kedokteran di Eropa hingga abad ke-17 M. Ia wafat di tanah kelahirannya pada usia 62 tahun, yaitu pada 25 Oktober 925 M.Minyak untuk Kedokteran di Era KekhalifahanDi era kekhalifahan, minyak tak cuma digunakan sebagai bahan bakar. Seorang dokter terkemuka dari Basra, Irak bernama Masarjawah dalam kitab Qiwa Al-‘Aqaqir menyebutkan ‘minyak putih’ — sebutan minyak tanah dapat digunakan sebagai obat. Itulah pertama kalinya, dunia kedokteran Islam menjadikan minyak tanah sebagai bahan pengobatan.Penemuan itu berawal dari permintaan para jenderal perang Muslim yang meminta Masarjawah membuatkan buku petunjuk bagi para petugas medis yang diterjunkan ke medan perang. Beserta para dokter lainnya, Masarjawah melakukan studi dan pencarian untuk menyusun buku panduan bagi petugas medis saat peperangan. Selain mengadopsi resep herbal dari berbagai negara seperti Mesir, Masarjawah memperkenalkan minyak tanah sebagai salah satu obat.Dalam buku petunjuk yang ditulisnya itu, Masarjawah memperkenalkan bahwa minyak sangat berguna untuk melawan penyakit dan infeksi. Tak heran, bila dari zaman ke zaman para dokter lainnya menerapkan motede penyembuhan minyak tanah yang digunakan Masarjawah.Dalam kitabnya yang kini telah hilang itu Masarjawah berkata, “Minyak hangat, terutama minyak tanah bila diminum dalam dosis kecil sangat bagus untuk meredakan batuk, asma, serta radang sendi.” Begitulah para ilmuwan Islam membuat terobosan demi terobosan dalam ilmu pengetahuan. Heri Ruslan/yto
()